Bike Sharing Apocalypse


Bike Sharing sebenarnya bukan hal baru di dunia, perkembangannya sudah hadir sejak tahun 1965 dan mengalami lonjakan sejak dunia IT mengalami perkembangan pesat di pertengahan 2000an. 

Sebenarnya apa sih Bike Sharing? Sederhananya pemahaman teknis dari Bike Sharing adalah sebuah sistem sewa sepeda yang memungkinkan siapapun untuk menggunakan sepeda dari satu titik ke titik lain di sebuah wilayah, dimana pada titik - titik tersebut terdapat dock/shelter sepeda sehingga si penyewa tidak perlu mengembalikan sepeda ke titik awal. Karena itulah rata - rata Bike Sharing yang ada sekarang memiliki satu model sepeda yang sama dari segi desain dan tampilan. Hal ini selain berfungsi sebagai branding perusahaan juga untuk mencegah terjadinya pencurian atau kanibalisme sepeda dimana rata - rata part sepeda Bike Sharing memang tidak bisa dipakaikan pada sepeda umum. Data terakhir (Juni 2014) menunjukkan bahwa saat ini Bike Sharing ada di lebih dari 712 Kota di 50 negara yang ada di dunia.

Awalnya Bike Sharing dikelola secara publik oleh pemerintah kota setempat sebagai alternatif transportasi publik bagi masyarakat, peletakan dock/shelternya pun mendekati lokasi pemukiman dan lokasi - lokasi penting seperti stasiun dan terminal. Bike Sharing modern memang diawali sebagai support system terhadap sistem transportasi publik utama yang menggunakan bis atau kereta. Pada perkembangannya kemudian muncul Bike Sharing - Bike Sharing yang dikelola swasta dengan memanfaatkan perkembangan IT, contohnya Mobike, Ofo, Vileb, Citibike, Grippa, Bixie. Rata - rata merupakan usaha skala besar dengan nilai investasi jutaan dollar, bahkan ada beberapa yang di support perusahaan besar seperti Alibaba dan Apple.

Keberadaan Bike Sharing ini disambut hangat oleh publik, kebutuhan akan transportasi yang murah dan mudah membuatnya booming. Di wilayah - wilayah dimana kondisi jalanan tidak padat & kualitas jalan juga baik, Bike Sharing menjadi andalan publik untuk bermobilitas, karena memenuhi kebutuhan “pakai kalau butuh saja” jadi mereka tidak perlu keluar uang untuk membeli sepeda sendiri atau tidak perlu bingung untuk menuju stasiun/terminal terdekat untuk berganti moda transportasi. Turis pun menjadi lebih mudah untuk berpergian karena dengan hanya 1-10 US$ (bahkan ada yang menggratiskan penggunaan sejam pertama) mereka cukup mengandalkan GPS untuk berpergian didalam kota. Tak perlu khawatir biaya mahal menggunakan taksi atau bingung bertanya - tanya tentang jalur transportasi publik.

Namun belakangan masalah mulai bermunculan, banyak perusahaan Bike Sharing yang tutup karena berbagai masalah. Bike Sharing terbesar ketiga di Cina Bluegogo harus tutup karena masalah finansial, begitu pula dengan BIXI yang merupakan salah satu pioneer Bike Sharing modern di Kanada yang bangkrut karena masalah serupa, Pronto! di Seattle Amerika juga tutup padahal Seattle adalah kota teramah sepeda nomor 5 di dunia pada tahun 2016, di Bandung dulu ada juga Bike Sharing yang layu sebelum berkembang namanya Bikebdg. 

Ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab tutupnya sebuah skema/perusahaan Bike Sharing
1. Rata - rata Bike Sharing awalnya bisa hidup dan berkembang karena tidak ada saingan, begitu muncul pesaing yang terjadi adalah perang harga karena rata - rata model bisnisnya sama persis hanya berbeda di pengemasan saja. Darisini masalah muncul karena perang harga adalah sesuatu yang tidak sehat, pemasukan dari biaya bike sharing dan membership tidak mampu memenuhi kebutuhan perusahaan untuk mengelola usaha mereka, bahkan untuk memenuhi kewajiban pada investor pun kesulitan dan berujung pada masalah - masalah lain seperti pengurangan tenaga kerja, bahkan ada yang sampai bermasalah dengan konsumen karena mereka tidak mengembalikan dana yang tersimpan lewat membership. Contohnya adalah Bluegogo.

2. Masalah geografis, kota yang memiliki kontur jalanan berbukit tentunya memberikan tantangan tersendiri bagi para pengguna sepeda terlebih apabila menggunakan sepeda untuk Bike Sharing. Hal ini membuat konsumen enggan memanfaatkan Bike Sharing yang ada dan pada akhirnya memaksa tutupnya Bike Sharing tersebut. Pronto! dari Seattle tutup salah satunya karena alasan ini,

3. Sepeda Bike Sharing pada umumnya adalah “All-Sized Bike” bermodel City Bike yang menggunakan material besi dan memiliki bobot yang lumayan. Ini membuatnya tidak akan terlalu nyaman digunakan untuk jarak menengah - jauh, apalagi untuk kota yang kontur jalannya naik turun. Biaya maintenance sepeda pun cukup tinggi sebenarnya (karena itulah rata - rata Bike Sharing sistemnya lembiru lempar bikin baru), Gobee terpaksa harus menutup operasionalnya di Belgia karena tidak mampu menanggung biaya perawatan yang sangat tinggi.

4. Pencurian dan vandalisme, meski sudah didesain sedemikian rupa agar tidak dicuri bukan berarti sepeda Bike Sharing aman dari pencurian. Dengan bahan baku besi, pencurian bisa tetap terjadi. Sebuah startup Bike Sharing, Wukong Bicycle di Cina harus tutup setelah 6 bulan beroperasi karena 90 % sepedanya hilang. Begitu juga dengan 3VBike yang kehilangan 1000 sepeda dalam 4 bulan. Terkait vandalisme, oBike dari Singapura harus berurusan dengan pemerintahan Australia setelah sebanyak 40an sepeda mereka ditemukan di sebuah dasar sungai di Melbourne.

5. Kebijakan Politis terkait aturan - aturan transportasi yang memiliki hubungan dengan pesepeda seperti wajib berhelm dan juga bagaimana rancangan sistem transportasi serta mobilitas publik memegang pengaruh yang signifikan bagi perkembangan Bike Sharing. Di kota - kota yang mengalami masalah karena sistem transportasinya masih mengutamakan fasilitas bagi mobil pribadi Bike Sharing terlihat seperti solusi yang efektif. Sayangnya tanpa support yang memadai dari pemangku pemerintahan maka solusi yang efektif ini justru menghadirkan masalah tersendiri terkait dengan keamanan para pengguna Bike Sharing tersebut. Pronto! di Seattle menjadi contoh Bike Sharing yang K.O karena kebijakan politis selain masalah kontur geografis. 

6. Budaya bersepeda, di kota - kota dengan budaya bersepeda yang kuat seperti Amsterdam dan Kopenhagen keberadaan Bike Sharing justru tidak diterima dengan baik karena untuk memperoleh sepeda disana cukup mudah dan murah apalagi kotanya memang sangat didesain untuk mengutamakan pesepeda dan pejalan kaki. Bahkan Amsterdam saat ini sedang melakukan kajian untuk menutup Bike Sharing yang ada disana. 

Dibalik semua permasalahan yang disebutkan diatas sebenarnya sistem Bike Sharing ini cukup baik dan memang bisa menjadi salah satu solusi transportasi manusia di masa depan. Namun harus ada perubahan yang signifikan terkait skema yang saat ini ada, mengandalkan IT saja tidak akan cukup, sistem Dockless Bike yang ada di Beijing dan kota - kota lain justru menimbulkan masalah tersendiri yang semakin meruncing. Support pemerintah juga diperlukan, bahkan ada baiknya memang bersinergi dengan pemerintahan setempat daripada berdiri sendiri sebagai pihak swasta karena bagaimanapun pemerintahlah yang memegang kendali atas sistem transportasi yang ada. Dan satu hal lagi yang harus disadari adalah tidak semua kota akan cocok untuk memiliki sistem Bike Sharing. 

Tabik.

Source : Yahoo Australia

Source : SBS

Source : Twitter

Source : Twitter

Source : Twitter



Komentar

Postingan Populer