Can Being Monotasking & A Little Bit Careless Save You In Now Emerging Digital World?

Pertama - tama sebelum lebih jauh lagi anda membaca ini kemudian ditengah - tengah ataupun diakhir berkata "Ngapain saya baca tulisan sampah ini?" atau "saya membuang waktu saya 10 menit sia - sia hanya untuk ini?". Saya sampaikan dulu bahwa tulisan ini sama sekali bukan berdasarkan studi empiris atau berawal dari sebuah penelitian akademis, jangan mengharapkan data valid dan juga jangan mengharapkan sesuatu yang dapat memperkaya pikiran anda. Pokoknya baca aja.

Jadi .. kita sekarang hidup di dunia yang benar - benar terdigitalisasi .. tangan kita tidak bisa lepas dari handphone atau yang kekinian smartphone atau bahkan tablet (yang dulu kita lebih mengenalnya sebagai salah satu bentuk obat). Gadget menjadi alat yang menemani kita saat kita sendirian agar bisa tetap terkoneksi dengan dunia atau justru menjadi pemisah kita dengan orang terdekat yang sedang duduk disebelah kita. Apa coba fungsinya nongkrok bareng, cangkruk, hang out, kalau kemudian semua orang sibuk dengan gawainya? (Sampai 10 tahun yang lalu saya tidak yakin ada orang yang sudah memakai kata "Gawai" di Indonesia).

Berkembang pesatnya hardware diimbangi juga dengan berkembang pesatnya software, munculnya website - website media sosial yang menghubungkan satu orang dengan orang lain di dunia yang diklaim tanpa batas membuat kreatifitas membuncah. Kita sekarang tidak hanya menelepon dan mengirim pesan lewat telepon genggam kita tapi juga main game, berfoto, memesan taksi, memesan makanan, bahkan menonton pertandingan sepakbola tim favorit kita, semua semudah menempelkan ibu jari dilayar monitor yang terbuat dari kaca gorila. Semua terasa mudah dan membuat banyak orang mendadak menjadi multitasking, bisa melakukan banyak hal dalam satu waktu dan yang mungkin agak sedikit menyedihkan .. kita seolah terikat dengan apa yang kita pegang.  Seolah - olah apa yang kita lihat didalam situ adalah hal paling penting di dunia. Hal diluar itu masih bisa sabar menanti. Tanpa kita sadari sosialisasi kita di dunia nyata berkurang.

Dunia digital memang membuat banyak hal berubah, dari cara orang berkomunikasi hingga cara orang berbisnis. Jika dulu orang - orang inspirasional adalah mereka yang berlatar belakang militer, seorang ulama, filsuf, penulis, entertainer, entrepreneur, dll sekarang kita akan dengan mudah menemukan banyak forum - forum atau seminar - seminar yang pembicaranya adalah mereka yang berada di dalam dunia digital dan aktif disana. Apakah itu hal yang buruk? Tidak .. karena ini adalah waktu mereka untuk bersinar.

Yang tersisa adalah para pengguna, mereka yang hidupnya dipermudah dengan hadirnya berbagai macam aplikasi dalam genggaman mereka. Bahkan beberapa (banyak) diantaranya menggantungkan hidupnya lewat gawai mereka. Mereka pula yang dapat dengan mudahnya terkontaminasi oleh berita - berita serta informasi palsu yang sekarang dapat dengan mudah tersebar lewat media sosial. Kebencian terselubung menelusup lewat narasi - narasi provokatif yang entah bagaimana dengan mudah dapat diterima oleh banyak orang, seolah nalar dan naluri mereka sudah jebol pertahanannya.

Dunia digital yang begitu terbuka memang membuat banyak perubahan di dunia nyata, ada yang baik dan ada juga yang buruk. Pertanyaan selanjutnya yang muncul bagaimana caranya kita tetap selamat dan menjaga kewarasan kita sekarang ini? Kita tentu punya opsi untuk meninggalkan semua digitalisasi yang melingkupi kehidupan kita tapi adakah cara lain? Actually there is another way .. beberapa sudah saya lakukan sendiri, beberapa saya dapat dari pengalaman orang - orang yang bercerita bagaimana mereka melakukannya entah secara langsung atau tidak langsung (come on .. apa gunanya ada Youtube & TED coba?). Beberapa mungkin terdengar non sense bahkan tidak masuk akal, anda bisa setuju ataupun tidak setuju, itu semua terserah anda. Tapi berargumen secara sehat akan menyehatkan pikiran anda juga. Jadi jangan ragu untuk menulis apapun di kolom komentar setelah anda membaca ini semua.

From Paolo Cardini Presentation


1. Monotasking
Banyak orang sekarang berubah menjadi seorang yang multitasking, mengerjakan berbagai hal dalam satu waktu. Menyetir mobil sambil ngopi dan menerima telepon, memasak sambil mengupdate media sosial dan menggendong anak, menyetrika pakaian sambil ngemil dan membalas email. Hal - hal tersebut bukanlah hal yang tidak biasa kita lihat saat ini bahkan mungkin kita pun melakukannya dalam satu waktu dalam hidup kita. Tapi serius deh .. stop it. Saya pernah menghancurkan bemper mobil saya sendiri karena menerima telepon yang masuk saat saya sedang menyetir.. Iya soalnya saya nabrak mobil lain yang sedang terparkir. Seorang teman saya harus rela masakannya gosong karena terlalu asik membalas komentar di Instagramnya. Bahkan ada seorang petinggi perusahaan yang mengirim email curhat tentang kelakuan ibunya ke email .. ibunya .. (nonton aja The Intern).

Otak kita masih sanggup melakukan 2 hal dalam 1 waktu tetapi saat satu hal lain datang untuk dikerjakan itu akan mengacaukan ritme anda dalam melakukan 2 hal sebelumnya. Informasi yang harusnya anda saring menjadi terpotong lebih banyak dari yang harusnya. Nevertheless it will make you less productive.

Fokus saja dalam 1 pekerjaan dalam 1 waktu, jika anda makan yasudah makan saja, jika anda menulis yasudah menulis saja, berapa waktu yang anda butuhkan untuk melakukan itu anda sendiri yang menentukan. Tentukan waktu peralihan untuk melakukan pekerjaan lain agar fokus tetap terjaga. Mungkin anda butuh untuk melakukan satu hal saja seharian, percayalah itu lebih baik daripada melakukan 3-5 hal dalam 1 jam. Mungkin anda berpikir dengan melakukan 3-5 hal dalam 1 jam maka anda akan dapat menyelesaikan 24-40 hal dalam satu hari kerja tapi jika anda perhatikan apakah benar 24-40 hal tersebut selesai seluruhnya dengan sempurna? atau justru tidak satupun yang selesai?

Jadi hal pertama yang perlu dilakukan mari redefinisikan multitasking .. bukan melakukan banyak hal dalam satu waktu .. tapi melakukan 1 hal dalam 1 waktu dengan jadwal yang tersusun rapi. Yap menyusun jadwal akan sangat membantu disiplin kita dalam mengelola pekerjaan apapun.

2. Be A Little Bit Careless
Terkadang kita berpikir apabila kita tidak segera membalas sebuah pesan atau e-mail itu artinya kita akan melewatkan sebuah kesempatan besar. Atau jika kita tidak mengupdate situasi terkini yang sedang berkembang maka kita akan ketinggalan sebuah informasi penting. Not true.

Kita tidak perlu kok untuk segera tahu bahwa Yahoo sebenarnya sekarat, kita juga tidak perlu segera tahu bahwa James Corden sudah mengeluarkan video Carpool Karaoke terbaru. Percayalah juga bahwa saat seseorang mengirim e-mail ke kita maka dia akan berekspektasi kita akan menjawab dalam tenggang waktu tertentu. Dalam konteks perusahaan biasanya mereka mengharapkan 2-3 hari baru e-mail terbalas. Terkadang bisa lebih lama, dan itu adalah sebuah hal yang normal. Tidak perlu khawatir, A.S.A.P (As Soon As Possible) bukan berarti harus terjawab dalam hitungan menit, kadangkala kita membutuhkan waktu berpikir lebih lama sebelum memberikan jawaban yang benar. Kita tidak perlu seperti gerai makanan yang membuka layanan drive thru yang membuat mereka harus menyediakan makanan dalam waktu super singkat agar tidak ada antrian yang mengular dan pada kenyataannya sering kali terjadi kesalahan pesanan yang diberikan atau malah kurang.

Matikan gawaimu di malam hari saat akan tidur atau segampang - gampangnya matikan saja wifi atau paketan data yang kamu pakai agar tidak terganggu notifikasi yang bertubi - tubi masuk. Bukan rahasia kan kalau ada beberapa orang yang memang sangat aktif di malam hari di media sosial mereka? Tapi istirahat itu jauh lebih penting. Mungkin untuk berjaga - jaga ya itu tadi matikan saja wifi/paketan datanya dan biarkan hanya fungsi dasar berupa telepon dan sms yang aktif.

Jadilah sedikit saja tidak peduli, fokus pada diri anda sendiri dan apa yang sedang anda kerjakan, itu akan sedikit banyak menjaga kewarasan dan ritme hidup anda.

3. Slow Down
Ritme hidup saat ini begitu cepat, semua orang berpikiran bahwa semakin cepat semakin baik. Gilanya banyak hal diciptakan untuk memfasilitasi itu semua. Mobil dan motor yang semakin cepat, akses internet yang juga semakin cepat, pesanan makanan di restoran yang semakin cepat datangnya, deadline dari klien yang entah bagaimana ceritanya juga tiba - tiba jadi cepat. Jangan salah tetap ada proses yang berjalan didalamnya. But trust me we are not Barry Allen or Hiro Nakamura.

Kapan terakhir kalinya kita berjalan kaki atau bersepeda untuk pergi kemanapun? kapan kita memasak sendiri apa yang mau kita makan? atau kapan terakhir kalinya kita berkirim surat dengan seseorang yang punya hubungan spesial dengan kita? Hal - hal seperti ini memang terdengar sudah lama sekali lewat masanya tapi melakukannya akan memberi kita sebuah perspektif baru dalam hidup.

Jika kita diminta melakukan sesuatu yang memang butuh waktu ya sampaikan saja, tidak perlu mempercepat sesuatu yang memang tidak bisa dilakukan dengan cepat. Atur agar mereka yang meminta tidak menunggu terlalu lama dan kita yang mengerjakan juga tidak terburu - buru. Beristirahatlah jika memang sudah waktunya untuk itu.

Seseorang pernah berkata begini "Kamu tahu di jalan saat ada kemacetan panjang ada kamu mempunyai 2 pilihan kendaraan, sepeda motor yang bisa menyalip kendaraan di depannya dan masuk ke celah - celah yang ada atau sepeda yang berjalan santai di lajur sepeda tanpa perlu meliuk - liuk, menurutmu mana yang akan sampai tempat tujuan terlebih dahulu?" Banyak dalam hidup kita memilih shortcut untuk melakukan sesuatu karena merasa itu jalan tercepat untuk melakukannya, tapi kita lupa bahwa dengan slow dan steady kita akan mampu mencapai tujuan dengan resiko yang lebih kecil..

Jadi, lupakan aplikasi - aplikasi modern, pergilah beli makananmu sendiri, berkirimlah surat daripada e-mail, bersepedalah atau berjalankakilah untuk mencapai suatu tempat dan jangan memesan kendaraan online, slow down your life..

4. Limiting Your Communication Line
Telepon, SMS, MMS, E-mail, BBM, Whatsapp, Telegram, Line, FB Messenger, Path Talk apa lagi? Sekarang semakin banyak cara kita untuk bisa menjaga komunikasi dengan orang lain. Yang mana sebenarnya bagus, kita memiliki banyak alternatif untuk menghubungi seseorang jika sewaktu - waktu dibutuhkan, segampang - gampangnya mention lewat twitter juga bisa kan? Tapi pernahkah berpikir bahwa justru dengan semakin banyaknya pilihan komunikasi kita justru semakin tidak berkualitas atau sebut saja receh? (kekinian banget bahasanya)

Long time ago, saya pernah punya seorang pacar yang sampai sekarang masih saya tempatkan pada posisi mantan terindah. Saat itu pilihan komunikasi yang ada itu telepon, sms, bbm dan Yahoo Messenger. Di satu sisi saya hanya menggunakan telepon, sms dan YM, belum menggunakan Blackberry sementara dia sudah. Kamipun bersepakat bahwa telepon dan sms adalah cara utama kami berkomunikasi kalaupun saya kemudian punya BBM kami sepakat tidak saling bertukar pin BB. Saat itu kami LDR dan hubungan lancar, begitupun saat sudah berdekatan kami tetap bisa menjaga kualitas komunikasi kami. Sampai akhirnya muncul "hantu-hantu" yang mempengaruhinya untuk meminta pin BB saya yang saya tolak dengan argumen komitmen yang sudah dibuat diawal, berbagai cara "hantu-hantu" ini mencoba agar Blackberry saya bisa terkoneksi dengan Blackberrynya dia, mereka berhasil melakukannya yang tanpa mereka sadari juga menghasilkan retakan dalam dinding kepercayaan diantara kami yang memang kemudian harus berakhir ..

Kenapa seperti itu? Saat hanya ada Telepon dan SMS diantara kami ada usaha disana, usaha untuk saling menghargai dan mempercayai, usaha untuk keluar membeli pulsa saat malam hari hujan turun hanya untuk saling berbagi cerita, usaha untuk saling menjaga kepercayaan meski komunikasi terbatas. Dan itu dapat berjalan hampir 3 tahun lamanya yang kemudian rusak hanya karena sebuah .. BBM. Saya tidak akan bercerita lebih jauh tentang kisah ini, takutnya makin baper nanti tapi intinya adalah saat semakin banyak pilihan komunikasi memang semakin mudah tetapi itu juga beriring dengan meningkatnya kekhawatiran dan tumbuhnya rasa takut yang tak beralasan .. dan itu tidak sehat bagi mental.

Cobalah untuk membatasi komunikasi dengan orang tersayang, gunakan hanya telepon dan sms atau bahkan berkirim surat yang ditulis dengan tangan sendiri, akan lebih romantis jadinya. Atau dengan siapapun deh, untuk menjaga kualitas komunikasi anda. It will make you more socialized (again)

5. Throw Away Your Phone In The Moment Of Togetherness
Berapa kali kita menerima ajakan nongkrong dengan teman lalu berakhir dengan kita berada di dalam situasi dimana semua orang sibuk dengan gawainya masing - masing? Ajakan nongkrong macam apa ini? Kalau begitu caranya mending bikin grup aja di whatsapp atau di Line terus ngobrol deh disitu.

Banyak orang berusaha menghindari moment of silent dalam sebuah tongkrongan dengan beralih pada gawainya tapi terkadang menjadi kelamaan dan akhirnya semua orang sibuk sendiri - sendiri. Coba deh buang atau matikan itu gawai saat sedang berkumpul, bingung mau ngapain? Coba ambil gitar lalu nyanyi - nyanyi bareng, atau beli board game apapun lalu mainkan (trust me it's worked!), berbicaralah tentang apapun meski terdengar out of topic dan kadang mempermalukan diri sendiri. Tapi itu akan jauh lebih membangun kualitas pribadi daripada hanya saling menatap lewat kotak kecil.

Saya tidak akan menjelaskan panjang lebar mengenai perlunya eye contact, direct talk, dll dalam sebuah hubungan. Anda bisa pergi ke perpustakaan dan mencari buku tentang hal tersebut, don't googled it.

6. Be Critical, Crosscheck Anything You Want To Share
Yang ini adalah sesuatu yang sedang sangat krusial saat ini dimana informasi dapat dengan mudah diciptakan dan dibagikan oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. Manusia hidup terikat dengan sekumpulan nilai yang diperolehnya melalui proses perjalanan hidup, ada yang dipengaruhi faktor agama, keluarga bahkan lingkungan. Kadang ada yang dengan mudahnya percaya dengan sebuah informasi karena informasi itu memiliki "nilai" yang mirip dengan nilai yang dipercayainya. Tanpa perlu berpikir kritis langsung saja bagikan meski sebenarnya informasi tersebut lebih banyak ngaconya.

Memang tidak semua orang terbiasa untuk melakukan crosscheck terhadap sebuah hal karena memang ini akan memerlukan waktu yang cukup panjang dan terkadang pemikiran yang cukup dalam tapi seiring berjalannya waktu prosesnya akan lebih mudah dan cepat khususnya saat pengetahuan, pemahaman dan pengalaman kita tentang menyaring informasi sudah semakin banyak.
Ini tidak akan membuat kita semakin apatis tapi justru akan membuat kita semakin mengerti bahwa ada hal - hal yang sedang terjadi di dunia ini yang mungkin bisa jadi tidak baik. Kita juga akan semakin mengerti bahwa banyak orang tidak waras diluar sana dan menjadi tugas kita yang masih waras untuk mencegah agar orang tidak waras ini tidak semakin berkembang biak.


Jadi begitulah kira - kira orang - orang yang dapat selamat di dunia digital seperti sekarang ini, those who monotasking, a little bit careless, slowed down their life, limited their communication line, throw away their phone in some moments and critical will surely save in now emerging digital world. According to me, who else? i wrote this stuffs. 

Terakhir saya ingin mengutip ucapan Renny Gleeson "We are creating the technology that is going to create the new shared experience, which will create the new world. And so my request is, please, let's make technologies that make people more human, and not less."

Komentar

Postingan Populer