Asa, Warisan, & Dunia Sekitar Kita

foto : pexels

Sebelum anda membaca lebih jauh, sebelum anda menghakimi saya dengan kata - kata yang tidak - tidak atau bahkan yang iya - iya, saya akan menegaskan di awal bahwa saya tidak akan menulis tentang apa yang ditulisnya, tidak mendukungnya dan tidak pula membantahnya. Saya hanya tertarik dengan apa yang terjadi di sekitar Afi, atau sepertinya saya akan menggunakan nama aslinya saja yang bagi saya terdengar lebih menarik, Asa.

Jika anda pernah duduk di bangku perkuliahan atau ya setidaknya pernah mengenyam pendidikan di Indonesia (bahkan di belahan dunia lain mungkin), anda tentu bertemu dengan berbagai macam dosen/guru/pendidik/pengajar bukan? Ada yang baik, killer, galak, sabar, yang kalau ngajar kayak nggak kedengeran suaranya atau malah bisa terdengar sampai gedung sebelah, yang memang sangat pintar sampai yang sebenarnya nggak tahu apa - apa tapi entah bagaimana ceritanya bisa jadi seorang pengajar. Reaksi kita pun bermacam - macam bukan? Kita mengerjakan tugas bisa jadi karena takut dimarahi, karena memang sudah mengerti atau bisa juga karena teman - teman mengerjakan tugas tersbeut hingga kalau kita tidak mengerjakan maka kita akan malu dan bingung sendiri.

Kita pun berjumpa dengan berbagai macam sosok teman, ada yang sangat suportif, ada yang maunya memanfaatkan, bandelnya nggak ketulungan, ada yang nge-geng dan cuma mau bergaul sama teman se-gengnya, ada yang nyumpahin temennya yang sukanya bertanya menjelang jam pulang sekolah, ada juga yang lebih banyak menghabiskan waktu di kantin daripada di kelas (percayalah ini bukan saya). Dalam prosesnya kita akan pernah mengalami hal seperti ini, disuruh mengerjakan tugas di depan kelas lalu ternyata nggak bisa mengerjakan, disitu kita akan mendapatkan dua jenis pandangan, yang pertama dipandang dengan tatapan kasihan dan yang kedua dipandang remeh oleh orang lain (guru dan teman sekelas setidaknya) ya meski ada juga yang tetap suportif, menganggap biasa aja dan juga cuek bebek sih, namun apabila kita bisa mengerjakan tidak hanya tatapan takjub yang kita dapatkan tetapi juga tatapan sinis yang seolah tidak senang dengan keberhasilan kita.

Itulah yang terjadi pada Asa saat ini, sedangkan mereka yang membalas tulisannya, berkomentar tentang apa yang dilakukannya adalah para guru/dosen dan teman sekelasnya. Berbagai macam respon terhadap tulisan Asa mengingatkan saya pada pengalaman saya mengenyam bangku pendidikan hingga akhirnya menyusun skripsi beberapa tahun yang lalu. Mungkin anda juga. Ada kan tipe dosen yang hanya mau membaca apa yang ingin dia baca? Ketika mengerjakan tugas ya harus sesuai textbook yang diberikannya atau ketika menyusun skripsi maka harus sesuai dengan apa yang dipikirkannya. Mahasiswa tidak dibiarkan bereksplorasi tapi dibatasi oleh hal - hal tertentu yang akhirnya membuatnya terpaksa menurut daripada terancam memperpanjang masa studi? Asa pun demikian, mereka yang merespon tulisan Asa dengan tulisan yang sangat .. umm .. akademis adalah tipe orang seperti dosen yang saya ceritakan. Dia (mereka) seolah berkata pada Asa "Sa, kamu nggak usah nulis gitu, nulisnya gini aja, saya pasti suka bacanya", pun demikian mereka yang seolah merasa menang saat Asa mengakui tentang plagiarisme yang dia lakukan, mereka seolah segerombolan geng sekolah yang merasa puas melihat temannya melakukan kesalahan dan tertunduk malu.

Disadari atau tidak apa yang terjadi pada Asa adalah cerminan terhadap apa yang terjadi di lingkungan pendidikan yang ada di negara kita atau bahkan bisa jadi juga dalam lingkup yang lebih luas, dunia sekitar kita..

Saya dan mungkin anda, mungkin juga pernah menjadi seorang Asa.. dan mungkin juga kita pernah menjadi sosok dosen/guru seperti yang saya ceritakan, bahkan bisa jadi kita juga sosok teman sekolah yang saya contohkan. Dan ini tidak hanya terjadi pada 1-2 orang, berbagai generasi pun pernah mengalami, ini seolah hal yang terus terjadi secara turun - temurun atau meminjam judul tulisan Asa "Warisan". Lalu apakah kita mau mewariskan hal seperti ini pada anak cucu kita nanti? Saya sih tidak..


Whatever happened to the values of humanity
Whatever happened to the fairness and equality
Instead of spreading love we're spreading animosity
Lack of understanding, leading us away from unity

That's the reason why sometimes I'm feelin' under
That's the reason why sometimes I'm feelin' down
There's no wonder why sometimes I'm feelin' under
Gotta keep my faith alive 'til love is found
Now ask yourself

Where is the love?

Komentar

Postingan Populer